17 Feb 2012

Bio Dekomposer


BIO DEKOMPOSER
Terbuat dari bahan organic yang ramah terhadap lingkungan yang telah mengandung mikrobia yang berfungsi untuk merombak bahan-bahan organic, mikrobia penambat N, mikrobia pelarut P, dan mikrobia penghasil fitohormon.

MANFAAT
-        Mempercepat proses dekomposisi/perombakan bahan organic menjadi senyawa yang lebih sederhana dan siap untuk diserap oleh tanaman, yang juga berfungsi sebagai bahan pembenah tanah.
-        Mengandung mikrobia yang bermanfaat untuk tanaman seperti mikrobia penambat N, pelarut phospat dan penghasil fitohormon.
-        Menetralisir dan menguraikan pupuk-pupuk kimia yang ada di tanah serta menefisien dan mengefektifkan penyerapan penggunaan pupuk kimia sehingga penggunaannya bisa dikurangi.
-        Mudah dalam pengaplikasiannya.

PEMAKAIAN
-        Siapkan bahan baku (Jerami, kotoran hewan, seresah, Tandan kosong kelapa sawit, sampah organic, dll) yang akan difermentasi.
-        Campur dekompuser 1 liter dan air secukupnya (larutan ini bisa digunakan untuk 4-5 Ton bahan yang akan difermentasi akan lebih cepat jika larutan ditambah Molase 0,5 liter (bisa diganti dengan gula jawa/gula pasir) + urea 0,25 Kg.
-        Semprotkan larutan secara merata pada bahan sampai bahan basah tetapi tidak menetes ketika digenggam.
-        Atur tumpukan bahan yang telah tercampur, ketinggian maksimal 1 meter.
-        Tutup bahan uang telah tercampur, usahakan bahan terhindar dari hujan maupun panas matahari secara langsung.
-        Kontrol pada hari ke-2 atau hari ke-3, bila bahan sudah terasa hangat berarti mikrobia sudah ada aktifitas bila tetap dingin aktifitas mikrobia kurang baik.
-        Minimal 5 – 10 hari sekali bahan di bolak-balik
-        Apabila dalam proses bahan menjadi dingin, control pada kadar air bahan, bila terlalu kering semprotkan air, bila terlalu basah, tiriskan atau tambahkan arang/abu untuk mempercepat pengeringan (jangan lebih 5 % dari bahan yang difermentasi)
-        1 – 1,5 bulan bahan akan menjadi matang dengan cirri-ciri, meremah, suhu dingin, warna menjadi lebih gelap dari pada bahan aslinya.


15 Feb 2012

Miracle fruit


Tanaman Miracle fruit ini ditemukan di Ghana-Afrika barat, masih sekerabat dengan sawo manila (keluarga Sapotaceae). Merupakan buah yang paling aneh, hal tidak biasa yang terjadi adalah pada rasa setelah berry ajaib ini dikonsumsi. Ajaibnya adalah bila lemon atau makanan masam lainnya dikonsumsi setelah buah ajaib ini maka rasa masam itu akan terasa lebih manis seperti ditambahkan gula. Suatu pengalaman tak terlupakan. Hal ini terjadi karena senyawa glycoprotein rantai panjang bernama miraculin yang terdapat dalam buah ajaib ini akan melapisi penginderaan masam lidah kita, sehingga Lemon yang kita makan akan berasa seperti Lemonade atau pie Lemon atau permen Lemon. Sensasi manis ini akan bertahan selama setengah hingga beberapa jam.


Tanaman Miracle fruit ini ditemukan di Ghana-Afrika barat, masih sekerabat dengan sawo manila (keluarga Sapotaceae). Merupakan buah yang paling aneh, hal tidak biasa yang terjadi adalah pada rasa setelah berry ajaib ini dikonsumsi. Ajaibnya adalah bila lemon atau makanan masam lainnya dikonsumsi setelah buah ajaib ini maka rasa masam itu akan terasa lebih manis seperti ditambahkan gula. Suatu pengalaman tak terlupakan. Hal ini terjadi karena senyawa glycoprotein rantai panjang bernama miraculin yang terdapat dalam buah ajaib ini akan melapisi penginderaan masam lidah kita, sehingga Lemon yang kita makan akan berasa seperti Lemonade atau pie Lemon atau permen Lemon. Sensasi manis ini akan bertahan selama setengah hingga beberapa jam.

Miracle fruit adalah tumbuhan kecil dengan pertumbuhan ranting yang sangat lambat. Untuk tumbuhan berumur 10 tahun hanya 120-150 cm. tanaman ini mulai berbuah pada tinggi sekitar 30 cm dan umur 2-3 tahun bila ditanam dari biji. Dari bunga ke buah sekitar 30-45 hari.

Jika ditanam ditanah alkaline berkapur tanaman ini akan mati, dia lebih suka ditanah yang agak asam, subur dan berdrainase baik. Biasanya dalam pot ditambahkan banyak peat (untuk menambah keasaman) dan juga perlu dijaga suplai micronutrien-nya. Tanaman ini cocok untuk tanaman outdoor amupun indoor, namun yang terbaik adalah sedikit ternaungi.
Ada 2 jenis synsepalum yang menghasilkan miracle fruits ini, yaitu Synsepalum dulcificum yang mempunyai daun lebih kecil (bentuk daun runcing), dan merupakan tanaman kecil. Synsepalum subcordatum (Miracle Fruit besar) dengan daun yang lebih lebar, dan tumbuh sebagai pohon kecil. dengan ukuran buah yang lebih besar dari s. dulcificum, dan lebih produktif teruama pada tahun-tahun pertama. Keduanya memulai pembungaan pada umur yang sama.
Miracle fruit (Synsepalum dulcificum) buah ini berasal dari Afrika Barat. Ia akan populer di Indonesia karena warna dan buahnya yang eksotik juga kemampuanya mengubah rasa asam dan pahit menjadi manis.
Lucu juga...buah ini. Begitu dimakan buahnya rasanyanya asem dan manis. Dan setelah beberapa lama, semua yang kita makan menjadi manis, tidak kecuali jeruk yg asampun akan menjadi manis. Subhanallah.... maka disebutnya Miracle .....ajaib....ajaibbb.
Alhamdulillah saya bisa dapatkan tumbuhan ini di kebun liar pinggir sungai kali Winongo di Desa Jogonalan Kidul Tirtonirmolo Kasihan Bantul.... Semoga bisa tumbuh baik dan berkembang biak pohonnya, karena saat ini sedang saya budidayakan. Dan tau ga', tanaman Miracle fruit ini kalo di kampungku  orang tua-tua bilang namanya "Sawo Afrika".. wow mantep bener nih tanaman plus buah Miracle fruit.


INFO Harga/Order Miracle Fruit :

Ukuran tinggi 20 cm, saya jual Rp. 100.000
Yang sudah berbuah, saya jual Rp. 2 juta.
Berminat Hubungi Admin di:
HP : 08978858995
PIN BB : 282D377C

Teknis Beternak Puyuh

 
 
I. Pendahuluan
        Peternakan puyuh secara umum  di Indonesia masih berskala kecil sehingga perlu diusahakan secara komersial dan intensif. Hal ini diperlukan karena adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat, disertai dengan ketertarikan terhadap telur puyuh yang lebih murah dan tinggi protein dan semakin meningkatnya daya beli masyarakat. Kebutuhan telur puyuh selama ini belum mencukupi permintaan pasar, baik dalam bentuk telur segar, telur olahan dan telur tetas. Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA  dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) berupaya membantu budidaya puyuh dengan sasaran peningkatan kualitas dan kuantitas telur dan daging.

II. Produktivitas Puyuh
Potensi puyuh sangat bagus untuk dikembangkan. Puyuh pada umur 41 hari sudah mulai bertelur, dibandingkan dengan ayam ras yang membutuhkan waktu 6 bulan untuk mulai bertelur. Harga telur puyuh per kilogram rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam ras. Produksi telur puyuh per tahun mencapai 300 butir per ekor, dibandingkan ayam kampong yang hanya 150 butir per ekor per tahun. Berat telur puyuh rata-rata 10 gram.

III. Memperoleh Anak Puyuh (DOQ)
A.    Membeli DOQ dari pembibit
B.     Membeli telur puyuh tetas dan menetaskan sendiri
C.     Memelihara bibit puyuh

IV. Tata Laksana Pemeliharaan
4.1 Perkandangan
      Puyuh adalah hewan yang sangat peka terhadap suara, sehingga kebisingan dan suara hiruk pikuk yang terjadi di lingkungan sekitarnya menyebabkan puyuh mudah stres. Sehingga dapat menyebabkan penurunan produksi. Kandang sebaiknya jauh dari lokasi pemukiman penduduk. Kandang menghadap ke timur untuk memberikan kesempatan sinar matahari pagi masuk kedalamnya, sehingga ruangan kandang menjadi sehat dan cukup terang serta dapat membunuh kuman penyebab penyakit. Atap kandang tidak dibuat dari seng karena dapat menimbulkan kebisingan. Secara umum, ukuran kandang koloni bgi puyuh berukuran 1 x 1 m, dengan tinggi sekitar 30-35 cm. Untuk memudahkan pengambilan telur, sebaiknya lantai kandang dibuat agak miring sekitar 10 atau 20 derajat. Kandang koloni dapat dibuat bertingkat 3-5 tingkat. Di bawah alas kandang koloni yang berada di bagian atas sebaiknya ditempatkan penampung kotoran agar tidak mengotori kandang koloni dibawahnya.
Alas kandang dapat menggunakan sekam atau ampas gergajian, untuk menghindari terperosoknya kaki-kaki puyuh, selain itu sebagai sumber vitamin B12 yang berguna bagi tubuh puyuh. Untuk kepadatan kandang puyuh yang sudah bertelur adalah sekitar 50 ekor/m2.  Kandang harus dibersihkan setiap hari. Untuk mengurangi bau kotoran yang timbul, dapat diberikan ekstrak jahe dan kunyit yang dicampur pada pakan.   
4.2 Pakan
Kebutuhan jumlah pakan rata-rata bagi puyuh sebagai berikut :
Umur Puyuh
Kebutuhan Jumlah Pakan (gram/hari)
0 – 10 hari
11 – 20 hari
21 – 30 hari
31 – 40 hari
41 hari sampai afkir
2 – 3
4 – 5
8 – 10
12 – 15
17 - 20
Pakan puyuh dapat menggunakan pakan pabrik atau meramu sendiri, ada beberapa peternak juga yang mencampur pakan pabrik dengan bahan baku lokal untuk mengurangi biaya pakan, seperti dedak padi, tepung jagung dan bungkil kedelai.. Kebutuhan kadar protein untuk DOQ mencapai 25%, puyuh grower 20-22% dan untuk puyuh layer 18-20%. Ada kalanya jatah pakan sudah habis, tetapi puyuh masih berkeinginan untuk makan, biasanya pada malam hari, maka penambahan pakan di luar jatah masih dapat ditoleransi sampai 10%. Pemberian diatas itu sudah tidak ekonomis. Selain pakan-pakan diatas, puyuh masih membutuhkan pakan tambahan yang mengandung gizi/nutrisi ternak lengkap yang belum terdapat pada pakan-pakan diatas untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi telurnya.  Sehingga tujuan atau target dari budidaya puyuh yaitu memiliki produksi telur yang  optimal dan sehat dapat tercapai. Sebagai pakan tambahan/pelengkap maka PT. NATURAL NUSANTARA mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus dan POC NASA. Produk-produk ini menggunakan teknologi asam amino, mineral dan vitamin yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh puyuh yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan puyuh.
       VITERNA Plus dan POC NASA mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan itik petelur, yaitu :
·   Asam-asam amino esensial, yaitu Arginin, Hiistidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein tubuh, pembentuk sel dan organ tubuh.
·   Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh itik petelur dari serangan penyakit.
·   Mineral-mineral lengkap yaitu N, P, K,  Ca, mg , Cl dan lain-lain sebagai penyusun tulang, darah dan berperan dalam sintesis enzim untuk memperlancar proses metabolisme  dalam tubuh.
Cara penggunaannya adalah dengan mencampur/mengoplos VITERNA Plus dan POC NASA menjadi satu botol terlebih dahulu, kemudian. dicampurkan pada air minum dengan dosis : 1 tutup botol campuran VITERNA Plus dan POC NASA untuk sekitar 10 liter air minum, diberikan 3 hari sekali, terutama pada pagi hari. Air minum diberikan tidak terbatas, jika sudah habis harus diisi kembali. Gunakan air yang bersih, bebas dari logam dan mikroorganisme. Tempat penampungan air pun tidak terbuat dari bahan yang mudah berkarat.

V. Pengendalian Penyakit
      Tindakan pertama yang dilakukan pada usaha pemeliharaan puyuh  adalah melakukan pencegahan terjangkitnya penyakit pada ternak. Beberapa langkah pencegahan adalah sebagai berikut :
·   Lahan yang digunakan untuk memelihara puyuh harus bebas dari penyakit menular.
·   Menjaga sanitasi kandang. Apabila digunakan kandang bekas puyuh yang telah terserang penyakit, kandang cukup dicucihamakan dengan disinfektan, kemudian dibiarkan beberapa saat. Apabila kandang tersebut bekas puyuh sehat cukup dicuci dengan air biasa.
·   Melakukan vaksinasi. Vaksinasi bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh puyuh dari penyakit, terutama virus. Vaksinasi yang perlu diberikan adalah vaksin ND. Vaksinasi ND diberikan pada umur 2 hari, 15 hari, 30 hari, dan kemudian diulang setiap 2 bulan sekali dengan dosis separuh dari dosis ayam ras.
·   Mengadakan isolasi. Penyemprotan disinfektan terhadap kendaraan, barang, atau orang yang masuk kandang atau lokasi kandang. Pergantian petugas kandang selama masa produksi sebaiknya tidak dilakukan. Pengambilan telur sebaiknya hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada pagi hari (pukul 07.00 – 08.00) dan pada sore hari (pukul 15.00-16.00).

Beberapa penyakit yang dapat menyerang puyuh adalah: 1) Penyakit ND. Belum ada obatnya, gejala  : gangguan pernafasan, bersin, ngorok, batuk dan sukar bernafas, sayap terkuali, kaki lumpuh, kotoran bewarna hijau bias disertai darah. Langkah yang paling baik adalah dengan melakukan vaksinasi ND secara teratur. 2) Penyakit Bakterial (Salmonellosis, cholera, keracunan, kaki bengkak, Pasteurellosis, Corryza/pilek, Ngorok, Coccidiosis,) Salmonellosis ditandai dengan kotoran puyuh encer dan bewarna hijau keputihan, nafas tersengal-sengal, bulu kusam Dan sayap terkulai. Pengobatan dapart diberikan obat yang mengandung antibiotika Sulfaquinoxaline dan Furasolidane.  Furasolidane dicampurkan pada pakan, sedangkan Sulfaquinoxaline dicampur pada air minum, Cholera ditandai dengan kotorannya hijau kekuningan, pengobatan dengan menyuntikan penicilin pada urat daging dada. Pasteurellosis ditandai dengan kotoran bewarna kehijauan, gangguan pada mata, pernafasan tersumbat, batuk-batuk, pengobatan dengan memberikan obat antibiotika Penicillin, Amoxicillin. Corryza ditandai dengan hidung berlendir atau pilek pada puyuh, Pengobatan dengan memberikan obat antibiotika Streptomicin. Coccidosis ditandai dengan tubuh lemah, kotoran cair dan sering bercampur darah. Pengobatan dengan memberikan obat antibiotika Sulafaquixalibn atau tetra sulfa.  Ngorok dapat diobati dengan memberikan obat antibiotika Spiramycin  ; 3) Penyakit Aspergillosis, disebabkan olah jamur. Terjadi gangguan pernafasan dan puyuh  selalu mengantuk. Obat-obatan dapat diperoleh di toko obat hewan terdekat
Hal penting dalam pengendalian penyakit adalah meningkatkan kesehatan ternak dan kebersihan kandang dan lingkungan sekitarnya serta monitoring/pengamatan yang kontinyu pada ternak sehingga apabila terdapat gejala penyakit, segera dapat diketahui jenis penyakit tersebut dan cara pencegahan dan pengobatannya.
Untuk konsultasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor : 0817 042 2738 (Divisi Peternakan PT. NATURAL NUSANTARA)

Sumber : Abidin, Z. Meningkatkan Produktivitas Puyuh, Jakarta: Agro Media Pustaka,2002.





Teknis Beternak Sapi Perah

 
 
I. Pendahuluan
        Peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar masih berskala kecil sehingga perlu diusahakan secara komersial dan intensif. Hal ini diperlukan karena adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya sekitar 1,24% dan semakin meningkatnya daya beli dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi susu sebagai minuman tinggi gizi/nutrisi untuk menunjang pertumbuhan dan kesehatan manusia dengan segala umur. Kebutuhan susu olahan di Indonesia sebesar 5 kg/kapita/tahun, tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68% harus diimpor dari luar negeri. PT. NATURAL NUSANTARA  dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) berupaya menbantu budidaya sapi perah dengan sasaran peningkatan kualitas dan kuantitas susu sapi perah.

II. Potensi Usaha Peternakan Sapi Perah
Peternakan sapi perah merupakan usaha yang prospektif/menguntungkan. Sapi perah secara umum dapat menghasilkan susu sebanyak 4.500 liter per tahun. Dimana harga susu sapi perah cenderung lebih stabil dari tahun ke tahun. Peternak sapi perah bisa memperoleh hasil dalam dua minggu atau sebulan sekali dan berlangsung secara tetap sepanjang tahun.

III. Jenis-jenis Sapi Perah
A.    Friesh Holland, Guernsey
B.     Brown Swiss
C.     Milking Shorthorn
D.    Jersey

IV. Pemilihan bibit
Bibit bakalan sapi perah yang baik adalah sebagai berikut
1.      Berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul.
2.      Bentuk ambingnya baik, yaitu ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat.
3.      Umur bibit sapi betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan 300 kg. Sedang untuk pejantan berumur 2 tahun dengan berat 350 kg. 
4.      Sosok bibit sapi perah harus proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, bulu mengilat, kaki berdiri tegak, jarak kaki kanan dengan kaki kiri cukup lebar.
   
V. Tata Laksana Pemeliharaan
4.1 Perkandangan
      Kandang seekor sapi masa produksi membutuhkan lahan seluas 380 x 140 m = 5,32 m2. Luas lahan ini sudah termasuk selokan, jarak kandang dan tempat pakan. Kandang sapi dara siap bunting sampai bunting membutuhkan lahan 12 x 20 m = 240m2 untuk 10 ekor, dalam hal ini sapi-sapi dilepas secara berkelompok. Kandang pedet (anak sapi) butuh lahan seluas 150 x 120 cm = 1,8 m2.
Persyaratan umum kandang : 1) kandang untuk Sapi perah FH dan sapi perah dari eropa, bersuhu 15-210C, sapi peranakan FH bisa hidup di dataran rendah; 2) Air dan pakan hijauan harus tersedia; 3) Sirkulasi udara dan sinar matahari yang cukup sehingga kandang tidak lembap; 4) Lantai kandang selalu kering; 5) Tempat pakan yang lebar, 6) Air harus tersedia selalu sepanjang hari
4.2 Pakan
      Pakan sapi laktasi (sapi yang sedang produksi) diperlukan untuk hidup pokok dan produksi susu. Jika jumlah dan mutu pakan yang diberikan kurang, hasil susunya tidak akan maksimal. Agar lebih praktis, pemberian konsentrat adalah 50% dari jumlah yang dihasilkan (Rasio 1:2). Misalnya, seekor sapi perah menghasilkan susu 15 liter dalam satu hari, pakan konsentrat yang harus diberikan sebanyak 7,5 kg per hari. Konsentrat lebih berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi. Pemberian rumput tetap berpatokan 10% dari bobot hidup. Kualitas rumput atau hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan, terutama kadar lemaknya. Hijauan yang dapat diberikan untuk sapi perah yaitu : 1) limbah pertanian, seperti : daun jagung, daun kacang tanah, jerami padi, legume (daun lamtoro, daun turi); 2) Rumput lapangan; 3) Rumput hasil budidaya, seperti rumput gajah dan rumput raja. Khusus legume dan aneka hijauan sebelum diberi pada ternak sebaiknya dilayukan terlebih dahulu 2-3 jam dibawah terik matahari untuk menghilangkan racun yang ada dalam hijauan tersebut.
      Selain pakan hijauan, dapat juga ditambah dengan pakan padat /konsentrat. Jenis yang dapat digunakan adalah bekatul, ampas tahu, ketela pohon (dicacah dahulu). Jenis pakan tersebut mudah dan murah dibeli dengan sumbangan yang cukup lumayan untuk kebutuhan nutrisinya. Kebutuhan setiap ekor kira-kira 7,5 kg per hari dengan komposisi 40% berkatul 40% ampas tahu dan 20% jagung giling  atau ketela pohon.
       Teknik pemberian konsentrat disarankan jangan bersamaan dengan hijauan,  karena pakan ini mempunyai daya cerna dan kandungan nutrisi yang berbeda dengan hijauan.
Contoh Pola Pemberian Pakan
            Pakan
Waktu
Hijauan
Konsentrat
Pagi
(±Pukul 08.00)
Rumput , Legume
Bekatul, ampas tahu, Ampas Singkong
Sore
(±Pukul 15.00)
Rumput , Legume
Bekatul, ampas tahu, Ampas singkong
      Sementara itu, pemberian air sangat penting untuk produksi susu. Jumlah air yang diberikan tergantung dari produksi susu yang dihasilkan. Perbandingannya 1:4. Jadi air minum yang diberikan untuk menghasilkan 1 liter susu sebanyak 4 liter.
Selain pemberian rumput dan konsentrat, masih dibutuhkan pakan pelengkap yang mengandung gizi ternak lengkap yang belum terdapat pada hijauan dan konsentrat untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi susu.  Sehingga tujuan atau target dari budidaya sapi perah yaitu memiliki ternak dengan produksi susu tinggi berkualitas dan sehat dapat tercapai. Sebagai pakan pelengkap maka PT. NATURAL NUSANTARA mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus. Produk ini menggunakan teknologi asam amino dan mineral yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi perah, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak.
       VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu :
·   Asam-asam amino esensial, yaitu Arginin, Hiistidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein tubuh, pembentuk sel dan organ tubuh.
·   Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh kambing/domba dari serangan penyakit.
·   Mineral-mineral lengkap yaitu N, P, K,  Ca, mg , Cl dan lain-lain sebagai penyusun tulang, darah dan berperan dalam sintesis enzim untuk memperlancar proses metabolisme  dalam tubuh.
Cara penggunaannya adalah dengan dicampurkan dalam air minum atau komboran pakan konsentrat dengan dosis : ±10  cc atau 1 tutup botol VITERNA /ekor/hari. Penambahan VITERNA Plus tersebut dicampurkan pada komboran atau pakan basah, sehari 2 kali, yaitu pagi dan sore.

VI. Pengendalian Penyakit
      Tindakan pertama yang dilakukan pada usaha pemeliharaan sapi perah adalah melakukan pencegahan terjangkitnya penyakit pada ternak. Beberapa langkah pencegahan adalah sebagai berikut :
·   Lahan yang digunakan untuk memelihara sapi perah harus bebas dari penyakit menular.
·   Kandang sapi perah harus kuat, aman dan bebas penyakit. Apabila digunakan kandang bekas sapi yang telah terserang penyakit, kandang cukup dicucihamakan dengan disinfektan, kemudian dibiarkan beberapa saat.
·   Sapi yang baru masuk sebaiknya dimasukkan  ke kandang karantina dulu dengan perlakuan khusus. Ternak yang diduga bulunya membawa penyakit sebaiknya dimandikan dan digosok dengan larutan sabun karbol, Neguvon, Bacticol Pour, Triatex atau Granade 5% EC dengan konsentrasi 4,5 gram/3 liter air. Untuk membasmi kutu, sapi dapat juga dimandikan larutan Asuntol  berkonsentrasi 3-6 gram/3 liter air.
·   Kandang dan lingkungan tidak boleh lembab dan bebas dari genangan air. Kelembaban yang tinggi dan genangan air mengakibatkan perkembangan nyamuk atau hewan sejenis yang menggigit dan menghisap darak ternak.
·   Dilakukan vaksinasi secara teratur. Vaksinasi bertujuan untuk mencegah terjangkitnya penyakit oleh Virus.

Beberapa penyakit yang dapat menyerang Sapi perah adalah: 1) Penyakit parasit (kudis, kutu, cacingan); 2) Penyakit Bakterial (mastitis, Antarks, Cacar mulut, Busuk Kuku); 3) Penyakit Virus (Orf); 4) Penyakit lain (Keracunan sianida, Kembung Perut, Keguguran). Hal penting dalam pengendalian penyakit adalah meningkatkan kesehatan ternak dan kebersihan kandang dan lingkungan sekitarnya serta monitoring/pengamatan yang kontinyu pada ternak.
Untuk konsultasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor : 0817 042 2738 (Divisi Peternakan PT. NATURAL NUSANTARA)






Sistem Intensifikasi Padi



Sistem Intensifikasi Padi (The system of Rice intensificasion – SRI) : Sedikit dapat Memberi Lebih Banyak, oleh Dawn Berkelaar.

Baru-baru ini kami telah mempelajari suatu metode penanaman padi yang mampu memberikan hasil panen yang jauh lebih tinggi dengan pemakaian bibit dan input yang lebih sedikit dari pada metode tradisional (misalnya air) atau metode yang lebih modern (pemakaian pupuk dan asupan kimiawi lain).  Metode ini mengembangkan teknik manajemen yang berbeda atas tanaman, tanah, air dan nutrisi.  Sistem intensifikasi padi ini telah terbukti sukses diterapkan di sejumlah negara (meski yang terutama di Madagaskar).

Apakah SRI itu?
SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional.  SRI dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana.  Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif.
Hasil metode SRI sangat memuaskan (lihat Tabel 1).  Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha.  Sedangkan, di daerah lain selama 5 tahun, ratusan petani memanen 8-9 ton/ha.  Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode varietas padi lain yang pernah ditanam.  Petani tidak harus menggunakan input luar untuk memperoleh manfaat SRI.  Metode ini juga bisa diterapkan untuk berbagai varietas yang biasa dipakai petani. Hanya saja, diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI, tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan mereka.

Pembanding
Metode Tradisional
Metode SRI
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rumpun/m2
56
42-65
16
10-25
Tanaman/rumpun
3
2-5
1
1
Batang/rumpun
8,6
8-9
55
44-74
Malai/rumpun
7,8
7-8
32
23-49
Bulir/malai
114
101-130
181
166-212
Bulir/rumpun
824
707-992
5,858
3,956-10,388
Hasil panen (t/ha)
2,0
1,0-3,0
7,6
6,5-8,8
Kekuataan akar (kg)
28
25-32
53
43-69
Keterangan :
Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998).

Mulanya, praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”.  SRI menentang asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah dilakukan.  Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang (umur 20-30 hari), dalam bentuk rumpun, secara serentak, dengan penggenangan air di sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. Mengapa? Praktek ini seolah-olah mengurangi resiko kegagalan bibit mati.  Masuk akal bahwa tanaman yang lebih matang seharusnya mampu bertahan lebih baik; penanaman dalam bentuk rumpun akan menjamin beberapa tanaman tetap hidup saat pindah tanam (transplanting); dan penanaman dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air dan gulma sulit tumbuh.
Terlepas dari alasan di atas, para petani yang menerapkan metode SRI belum menemukan resiko yang lebih besar daripada metode tradisional. Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah:

1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari (Lihat Gambar 1).  Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air.  Saat transplantasi dari petak semaian, perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap lembab.  Jangan bibit dibiarkan mengering.  Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian —sekitar ½ jam, bahkan lebih baik 15 menit.  Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah.  Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif.  Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur).  Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai.

2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada  secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah.  Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu, dan ketika uraian berikut diikuti :

3. Jarak tanam yang lebar
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah.  Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm
Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2) tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Mungkin anda pernah juga menggunakan metode lain selain SRI, namun jarang yang jarak tanam terbaiknya dibawah 20 cm x 20 cm. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.
Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk memudahkan pendangiran), petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi. Hasilnya akar dan batang akan tumbuh lebih baik (juga penyerapan nutrisi).  Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk pendangiran (lihat no. 6 di bawah).
Jika petani sudah lebih berpengalaman, mereka dapat menghemat waktu dengan hanya menandai titik persilangan tali di petak sawah dengan lidi atau alat lain. Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha.  Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.

4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air
Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air.  Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan.  Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga.  Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga “senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi.  Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar.  Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak.  Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air.  Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur.
Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada sawah yang tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung udara (aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen.  Namun, karena kantung udara ini mengambil 30-40% korteks akar, maka dapat berpotensi menghentikan penyaluran nutrisi dari akar keseluruh bagian tanaman.  Penggenangan dapat dilakukan sebelum pendangiran untuk mempermudah pendangiran (lihat no. 5).  Selain itu, penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya.  Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari; sebaliknya sawah yang digenangi air justru akan memantulkan kembali radiasi matahari yang berguna, dan hanya menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.  Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif.  Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional.  Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.
Sebagai tambahan untuk 4 prinsip ini, 2 praktek lain sangat penting dalam metode SRI. Keduanya tidak berlawanan dan telah lama dikenal oleh petani dalam bercocok tanam.

5. Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana (lihat gbr 3).  Para petani di Madagaskar beruntung setelah menggunakan alat pendangiran yang dikembangkan International Rice Research Institute sejak tahun 1960-an, yang mampu mengurangi tenaga kerja dan meningkatkan hasil panen.  Alat ini mempunyai roda putar bergerigi yang berfungsi untuk mengaduk tanah saat ditekan ke bawah dan tidak merusak tanaman karena ada jarak diantara roda.  Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga —bisa mencapai 25 hari kerja untuk 1 ha— tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh sangat tinggi.
Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah.

6. Asupan Organik
Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil panen pada tanah-tanah tandus di Madagaskar.  Tetapi saat subsidi pupuk dicabut pada akhir tahun 1980-an, petani disaarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus.  Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada.  Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun taaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain seperti Tithonia dan Afromomum angustifolium, memberikan tamabahan unsur P.  Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.  Di tanah yang miskin jika tidak di pupuk kimia, secara otomatis perlu diberikan masukan nutrisi lain. Pedomannya: dengan hasil panen yang tinggi, sesuatu perlu dikembalikan untuk menyuburkan tanah!

Mengapa SRI berhasil ?
SRI berhasil karena menerapkan konsep sinergi.  Dalam konteks ini, sinergi menunjukkan bahwa semua praktek dalam SRI berinteraksi secara positif, saling menunjang, sehingga hasil keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian.  Setiap bagian dari SRI bila dilakukan akan memberikan hasil yang positif, tapi SRI hanya akan berhasil kalau semua praktek dilaksanakan secara bersamaan.
Ketika dipakai bersamaan, praktek SRI memberi dampak pada struktur tanaman padi yang berbeda dibandingkan praktek tradisional.  Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak batang, perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah.  Untuk ini akar membutuhkan kondisi tanah, air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang optimal. Akar juga memerlukan energi hasil fotosintesis yang terjadi di batang dan daun yang ada di atas tanah. Sehingga akar dan batang saling tergantung. Saat kondisi pertumbuhan optimum, ada hubungan positif antara jumlah batang per tanaman, jumlah batang yang menghasilkan (malai), dan jumlah bulir gabah per batang.
Tanaman padi dalam model SRI akan tampak kecil, kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah transplantasi.  Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3, petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang sangat cepat. Untuk memahami hal ini, perlu dimengerti konsep phyllochrons, sebuah konsep yang diaplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman biji-bijian seperti padi, gandum, dan barley.
Phyllochron bukan suatu benda, tetapi periode waktu antara munculnya satu phytomer (satu set batang, daun, dan akar yang muncul dari dasar tanaman) dan perkecambahan selanjutnya (lihat Tabel 2).  Ukuran phyllochrons ditentukan terutama oleh temperatur, tapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti panjang hari, kelembaban, kualitas tanah, kontak dengan air dan cahaya serta ketersediaan nutrisi.

Tabel 2. Pertambahan Jumlah Batang yang Dihasilkan Tanaman Padi dalam Ukuran Phyllochrons

Phyllochrons

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
Batang baru
1
0
0
1
1
2
3
5
8
12
20
31
Total batang
1
1
1
2
3
5
8
13
21
33
53
84

Keterangan :
Batang pertama dan berikutnya menghasilkan batang baru yang menghasilkan batang baru lagi).  Pada akhir seri, pertumbuhan tanaman meningkat secara eksponensial (berlipat) dan tidak satu-satu.. (Sumber : De Laulanie, 1993)
Bila kondisinya sesuai, phillochrons dalam padi lamanya lima sampai tujuh hari, meski dapat lebih singkat pada temperatur lebih tinggi. Di bawah kondisi yang bagus, fase vegetatif tanaman padi dapat berlangsung selama 12 phyllochrons sebelum tanaman mulai menumbuhkan malai dan masuk ke fase pembungaan (lihat Tabel 2).  Ini mungkin dilakukan ketika pertumbuhan dipercepat, sehingga banyak phillochrons sudah tercapai sebelum inisiasi malai.
Sebaliknya, dalam kondisi miskin, phyllochrons berlangsung lebih lama, dan hanya sedikit yang mampu mencapai fase pembungaan.  Yang perlu diingat : hanya beberapa batang yang tumbuh dalam fase awal phyllochrons (dan tidak ada sama sekali selama phillochrons kedua dan ketiga), namun setelah fase phillochrons ketiga setiap batang akan menghasilkan batang baru dari pangkalnya (dengan tenggang waktu satu phyllochrons sebelum proses malai) (lihat table 2).  Dalam periode vegetatif berikutnya, dalam kondisi yang ideal, pertambahan batang tanaman menjadi berlipat (eksponensial) dan bukan aditif (sesuai dengan hukum Fibonacci dalam ilmu Biologi).  Dalam praktek budidaya lama, periode produksi batang maksimum tercapai sebelum inisiasi malai, tapi dengan SRI keduanya bisa dicapai bersamaan.
Inilah mengapa, saat paling baik untuk transplantasi bibit adalah selama phyllochrons ke-2 atau ke-3, sehingga tidak ketinggalan fase berlipat (eksponensial) yang mulai pada phyllochrons ke-4.  Akar bibit mengalami trauma saat terkena sinar matahari dan mengering, saat ditanam di tempat yang tidak ada kontak dengan udara; dan saat bulu akar keluar dari akar pertama, akan hilang atau rusak jika terlambat ditranspalantasi.  Trauma ini memperlambat pertumbuhan berikutnya, sehingga banyak phyllochrons yang tidak tercapai sebelum inisiasi malai.  Banyak metode transplantasi (dan waktu) menyebabkan tanaman terhambat tumbuh selama satu atau dua minggu yang juga menghambat pertumbuhan selanjutnya. Untuk pertumbuhan batang maksimum, tanaman perlu menyelesaikan sebanyak mungkin phyllochrons selama fase vegetatif. Bila bibit ditranplantasi pada umur 3 atau 4 minggu, phyllochrons terpenting saat batang tumbuh tidak akan pernah tercapai.
Bertentangan dengan kebiasaan umum yang menganggap bahwa banyak batang akan mengurangi jumlah malai dan pembentukan bulir, dengan SRI, terbukti tidak ada hubungan negatif antara jumlah batang yang diproduksi dan jumlah bulir diproduksi oleh batang subur. Semua komponen hasil panen, tumbuhnya batang, pembentukan malai dan pengisian bulir dapat bertambah di bawah kondisi yang mendukung.

Semua tampak Ideal untuk direalisasikan. Apakah keterbatasannya?
SRI membutuhkan lebih banyak tenaga kerja per ha daripada metode tradisional.  Bila petani tidak terbiasa mentransplantasi bibit kecil (umur 2 minggu) dalam jarak ruang dan kedalaman tertentu, proses ini bisa membutuhkan waktu dua kali lebih lama.  Tapi jika para petani sudah merasa nyaman dan menguasai tekniknya, transplantasi membutuhkan waktu lebih singkat karena jumlah bibit yang ditanam jauh lebih sedikit.
Dengan SRI, diperlukan lebih banyak waktu juga untuk mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama.  Ini berarti sistem irigasi perlu diatur secara tepat agar memungkinkan air masuk dan keluar dari sawah secara teratur.  Kebanyakan irigasi tidak diatur seperti ini (kebanyakan irigasi hanya dibuat untuk menyimpan banyak air), sehingga perlu dilakukan perbaikan pada petak dan pengairan lebih dulu sebelum memulai metode SRI.
Pendangiran juga membutuhkan waktu lebih banyak bila sawah tidak digenangi air terus.  Tapi, hasil panen bisa naik beberapa kali lipat jika aerasi tanah diatur baik dengan alat pendangiran putar bergerigi.  Akhirnya, hasil panen yang lebih mampu menutupi pengeluaran tambahan untuk tenaga pendangiran.
Awalnya, SRI membutuhkan 50-100% tenaga kerja (yang terampildan teliti) lebih banyak, tapi lama kelamaan jumlah ini dapat menurun.  Petani SRI yang sudah berpengalaman membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit saat teknik SRI telah dikuasai dan mereka semakin percaya diri.  Dengan hasil panen dua, tiga bahkan empat kali lipat dibanding metode lama, mampu menutupi ongkos buruh dan lahan yang meningkat.
Beberapa petani masih meragukan manfaat SRI.  SRI tampak seperti mukjijat di awal, tetapi ada alasan ilmiah untuk menjelaskan setiap bagian prosesnya.  Para petani ini perlu dimotivasi untuk mencobanya di area kecil dahulu, untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka mengenai manfaat dan untuk memperoleh ketrampilan di skala kecil.
Penanaman dan pendangiran merupakan pekerjaan yang butuh tenaga kerja paling intensif dalam SRI.  Banyak petani kesulitan memperoleh tenaga kerja yang cukup untuk ini, baik dari anggota keluarga sendiri maupun yang disewa.  Jika petani mengalami kendala ini sebaiknya mereka tidak menanam dan mengelola seluruh lahannya dengan pola SRI, tetapi cukup mencoba di sebagian lahannya saja, sehingga tidak harus keluar biaya untuk buruh dan sewa lahan.  Lalu, sisa lahan ditanamai tanaman lain jika telah tersedia tenaga kerja.

Apakah SRI Berkelanjutan ?  Bagaimana Petani dapat Memperoleh Hasil yang Tinggi?
Para ilmuwan masih belum yakin, bahkan banyak yang skeptis, bagaimana mungkin hasil tinggi dapat diperoleh pada tanah miskin seperti Madagaskar. Untungnya SRI telah terbukti juga sukses diterapkan di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh.  Jadi jelas bahwa SRI tidak hanya cocok untuk satu neegara.
Memang belum ada evaluasi sistematis oleh ilmuwan mengenai SRI ini. Tetapi telah ada sedikit penjelasan ilmiah terkait penerapan SRI sebagai berikut :
  • Proses Fiksasi Biologis Nitrogen (Biological Nitrogen Fixation – BNF). Bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat menguraikan nitrogen yang diperlukan untuk tanaman.  Kehadiran bakteri seperti ini telah tercatat untuk tanaman tebu, yang termasuk famili rumput-rumputan, seperti padi.  Ketika tanaman tebu tidak diberi pupuk nitrogen (karena pupuk ini dapat memacu produksi enzim nitrogenase yang diperlukan untuk proses fiksasi nitrogen), mikroba tanah mampu menyediakan 150-200 kg nitrogen per ha untuk tebu.  Namun, proses penguraian nitrogen justru berkurang pada lahan yang diberikan pupuk kimia.  Diketahui bahwa 80 % bakteri di dalam dan sekitar akar padi memiliki kemampuan menyediakan nitrogen, tetapi potensi ini tidak akan menjadi nyata bila penggunaan pupuk nitrogen kimia diteruskan atau dalam kondisi tanah an-aerobik dan tergenang.
  • Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman dapat tumbuh baik dalam konsentrasi hara rendah, selama hara tersebut tersedia berimbang dan konsisten.  Kita tahu bahwa kompos menyediakan hara sedikit demi sedikit tapi konstan.
  • anaman dengan akar yang bebas menyebar dapat menyerap hara apapun di dalam tanah. Pertumbuhan akar yang bebas hanya mungkin terjadi pada akar bibit muda yang punya banyak ruang dan oksigen, bahkan saat air dan nutrisi hanya sedikit tersedia akar dapat mencarinya sendiri. Akar yang demikian dapat mengekstrak unsur hara yang lebih seimbang dari tanah, termasuk nutrisi dari unsur mikro yang diperlukan sedikit tapi penting.

Banyak hal yang perlu dipelajari dari SRI, dan para ilmuwan mulai tertarik karena hasil panennya yang berlipat.  SRI jangan dilihat sebagai teknologi yang diterapkan secara mekanis, tapi sebagai metodologi untuk diuji dan diadaptasi sesuai dengan kondisi para petani.  Para petani perlu menjadi peneliti dan belajar dengan benar untuk memperoleh hasil terbaik dari SRI.
Singkatnya, unsur SRI yang penting adalah sebagai berikut:
  • Tranplantasi bibit muda untuk mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar yang optimal sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik.
  • Menanam padi dalam jarak tanam yang cukup lebar, sehingga mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar rumpun.
  • Mempertahankan tanah agar tetap teraerasi dan lembab, tidak tergenang, sehingga akar dapat bernafas, untuk ini, perlu manajemen air dan pendangiran yang mampu membongkar struktur tanah.
  • Menyediakan nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman, sehingga tanah tetap sehat dan subur sehingga dapat menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang diperlukan tanaman untk tumbuh.

ECHO, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft. Myers  FL   33917 USA Phone:  (941) 543-3246
Fax:  (941) 543-5317 email : echo@echonet.org URL : http://www.echonet.org
Norman Uphoff, direktur Cornell International Institute for Food, Agricultural and Development (CIIFAD); PO BOX 14 Kennedy Hall, Cornell University, Ithaca NY 14853 USA. Email : NTU1@cornell.edu
Sebastian Rafaralahy , Presiden Tefy Saina; B.P. 1221, Antananarivo, Madagascar. Email : tefysaina@simicro.mg
(Diambil dari Buletin ECHO Development Notes, January 2001, Issue 70, Halaman 1-6.  Terjemahan bebas oleh Indro Surono, staf  ELSPPAT

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India